Premanisme bertopeng senioritas
Shalom,
Assalamualaikum, Om swastiastu, Namo Budhhaya, Salam Kebajikan, Salam sejahtera
bagi kita semua. Merdeka!
TULISAN
ini saya garap sejujurnnya berdasarkan dari diskusi saya bersama teman saya di
perguruan tinggi tempat saya menimba ilmu. Beberapa pendapat mereka saya ambil
dan saya terjemahkan menggunakan bahasa saya sendiri. Mungkin pembaca ada yang
kini berstatus sebagai seorang mahasiswa, maka saya merasa pembahasan ini cocok
untuk sama sama kita renungkan dan diskusikan.
…
Premanisme,
tentu kita sangat akrab dengan sebutan ini. Berasal dari bahasa Belanda Vrijman yang berarti Orang Bebas dan
isme yang berarti paham. Saya sedikit tak yakin ada yang mencetuskan faham
tentang orang bebas ini, karena yang saya ketahui adalah preman itu ada karena
kesempatan atau keadaan ekonomi yang mencekik kehidupan seseorang yang
menjadikan mereka tak memiliki latar pendidikan yang tinggi, atau moral yang
juga tinggi sehingga mereka menjadi orang yang bebas berkeliaran kemana mana.
Katanya premanisme ini
pun menjadi sebuah permasalahan yang sudah sejak dulu ada di Negara kita ini,
dan sampai detik ini pun masih banyak terjadi praktek premanisme di segala lini
masyarakat. Dari kalangan masyarakat bawah sampai tingkat pejabat pun masih ada
praktek premanisme yang terjadi, kita tak perlu menutup mata bahwa ini semua
terjadi sangat dekat dengan kita.
…
Lalu
kenapa judul tulisan ini Premanisme bertopeng Senioritas? Oke, baiklah mari
kita bahas apa itu senioritas. Karena saya memiliki latar belakang sebagai
mahasiswa maka akan sedikit saya bawa kearah kehidupan mahasiswa apa itu definisi
senior dan senioritas. Bagi mereka dan saya yang menjadi mahasiswa kata
Senioritas tentu sudah tidak asing di telinga, sudah sangat akrab. Ada tatanan
yang tersusun secara formal dalam ruang lingkup perkuliahan, ada senior ada
pula junior. Penyematan kata “senior” pada seorang mahasiswa terbagi menjadi dua
proses, ada yang dicap “senior” karena lebih dulu masuk sebagai mahasiswa, ada
pula yang karena identitasnya, pola pikirnya, sifatnya, serta yang paling agung
adalah idealismenya. Sedangkan junior adalah mereka yang berstatus sebagai
orang baru dalam kehidupan kampus, mereka yang masih belum tahu mahasiswa itu
apa dan baru menyandang status Mahasiswa.
Lalu
apa korelasinya dengan premanisme? Dalam kehidupan mahasiswa di perguruan
tinggi banyak sekali dinamika yang terjadi, entah itu di dalam kelas,
hubungan dengan gebetan, hubungan dengan
dosen, atau dalam organisasi. Yang akan saya angkat adalah dalam skala
organisasi, saya bukan termasuk mahasiswa yang sangat aktif sampai harus
dicatut sebagai seorang aktivis, tetapi saya pernah duduk dalam sebuah
organisasi intra kampus baik skala prodi, fakultas, ataupun universitas. Dalam organisasi
pun ada yang namanya senioritas, adalah mereka yang pernah lebih dulu ada di
dalam organisasi tersebut. Setiap periode organisasi pasti memilik acara
unggulan yang menjadi program utama organisasi tersebut. Nah, pada fase ini
terjadilah praktek premanisme dalam kampus yang beberapa dalang nya adalah
senior itu sendiri.
…
Praktek
itu terjadi hampir pernah saya dengar dalam perjalanan saya di organisasi
mahasiswa. Senior datang dengan gagahnya merasa hebat dan dihormati, menghadiri
acara organisasi yang pernah ia tinggali lalu melakukan praktek terselubung
(pemalakan). Kasus yang pernah saya dengar dari kawan saya adalah, senior ini
datang pada acara acara besar yang menggunakan dana yang tak sedikit lalu
memanggil panitia atau ketua umum nya untuk menghadap lalu dengan dalil “keamanan
dan kelancaran acara” mereka para senior ini meminta Japrem (Jatah Preman) bagi mereka dan kelompoknya dan jika tidak
diberi maka mereka mengancam secara halus bahwa acara akan mereka “ramaikan”,
praktek seperti entahlah di kampus luar sana, tetapi di sekitar saya dan kawan
saya praktek ini kerap terjadi. Mereka yang melakukan praktek itu adalah mereka
yang berstatus sebagai mahasiswa dan juga “senior” katanya. Tentunya ada yang
pintar dengan tidak memberi apa apa kepada “senior” ini, tapi tak sedikit pula
yang memberi karena demi kelancaran acara. Saya tak masalah jika menggunakan
uang pribadi, tapi yang disayangkan jika menggunakan kas acara atau kas
organisasi yang sejatinya dapat digunakan untuk kepentingan umat bersama tidak
untuk kepentingan satu orang saja yang merasa dirinya senior. Bagaimana jika
ternyata, uang yang diberikan itu adalah hasil dari dana kampus yang harusnya
untuk acara itu sendiri malah digunakan untuk memberi Japrem pada senior itu.
Selain
itu, yang menjadi permasalahan adalah, terkadang senior ini tak memberikan
kontribusi apa apa entah pikiran, tenaga, atau jaringan yang sudah dimiliki
dirinya yang menyandang status senior tersebut. Mereka biasanya menggunakan
dalil kedekatan, atau teman seperkopian,
merasa dirinya disegani dan dihormati maka bisa dengan bebas meminta jatah
layaknya seorang preman yang meminta jatah keamanan pada pedagang pasar yang
uang tersebut tidak jelas larinya kemana dan walau tak dikasih pun sebenarnya
kemanan acara akan tetap lancar saja, dan justru gangguan datang dari golongan
mereka juga yang arogan.
…
Kebiasaan
seperti ini sudah seakan menjadi tradisi, jadi sudah terbiasa saja. Jadi kaya
udah tau aja, buat acara besar dengan dana besar, nanti si abang itu datang kasih aja uang buat dia sama teman teman nya biar
gak ribet acara dan. Apa tradisi ini harus diwariskan? “dendam masa lalu” yang
bisa saja terus terjadi seperti kutukan, tiap tahun berganti orang baru yang
melakukan praktek tersebut. Apa yanga hendak diturunkan? Kesombongan? Keangkuhan?
Sedikit mengutip perkataan filsuf Eropa Baruch de Spinoza, “Apa yang kalian
sebut sebagai kebenaran? Kesesatan yang berabad-abad usianya. Apa itu
kesesatan? Kebenaran yang dialami hanya semenit.
Pada
akhirnya, percayalah tulisan ini saya buat hanya karena kegelisahan dan
keresahan saya melihat fenomena yang buruk ini, saya terus mendoktrin kawan
kawan saya untuk melawan tindakan tindakan seperti itu. Kenapa? Karena itu
menekan eksistensi mahasiswa itu sendiri, mahasiswa jadi terus ditekan dengan
budaya premanisme bertopeng senioritas sehingga mereka justru memiliki mental
tempe yang bahwasannya semua permasalahan bisa selesai dengan uang uang dan
uang. Saya tidak benci akan senioritas, karena mau tidak mau saya pun bisa
seperti sekarang karena senior yang menggembleng saya dari tidak tahu apa apa
menjadi sedikit terbuka akan apa itu dunia mahasiswa. Saya akan menghormati
senior yang memang memiliki kontribusi akan proses saya, akan senior yang
sifatnya yang memang membuat saya hormat dan segan bukan justru membuat saya
harus hormat dan segan, akan keilmuannya, dialektikanya, tindak tutur dan
tingkah lakunya, serta idealismenya yang bisa menjadi panutan saya sebagai
mahasiswa dan bagaimana menjadi mahasiswa sesungguhnya. Bukan senior yang
mendapat gelar senior karena lebih dulu menjadi mahasiswa, hanya karena
kegarangan nya, keangkuhannya, atau karena framing
tentang dirinya yang ditakuti, kalau memang seperti itu saya akan memilih
tidak memiliki senior saja sekalian. Silahkan kalian pikirkan sendiri, tulisan
ini tidak meminta kalian menyepakati argument saya, mari debat dan diskusikan,
akan lebih terhormat jika tulisan ini dibalas lagi dengan tulisan, akan sangat
indah hidup sebagai Mahasiswa. Merdeka!
Comments
Post a Comment