QUARTER LIFE CRISIS
Benturan antara harapan dan ketidakpastian, bertahan atau berjalan?.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Sekarang yang terpenting adalah bagaimana caranya bisa bertahan dari kondisi yang makin rumit ini". Petikan kalimat tersebut adalah jawaban dari seseorang pria berumur 24 tahun, terdengar pesimis tapi lebih mengarah realistis. pria yang tak mau disebutkan namanya ini dulu memiliki banyak sekali cita-cita, banyak sekali harapan dengan idealisme nya semasa kuliah. Selepas lulus apa yang terjadi? ia harus dibenturkan oleh sebuah pilihan, bertahan dengan idealisme nya yang kuat atau berjalan menyesuaikan dengan kondisi yang ada walau tidak sesuai ekspektasi, harapan, serta rencana yang sudah diatur.
Quarter Life Crisis, itulah fase yang sedang ia alami dan juga banyak manusia di luar sana. Fase yang terjadi pada rentang umur 20 - 30 tahun ini kerap menghantui mereka yang kebingungan akan apa yang terjadi nantinya. Kecemasan akan masa depan, finansial. hubungan asmara, serta hubungan sosial. Perasaan terjebak pada kondisi yang seperti tidak memiliki ujungnya inilah yang selalu jadi pergumulan.
Fase ini terjadi karena perasaan insecure yang kerap muncul pada jiwa kawula muda dalam menjalani kehidupan di umur seperempat abad ini. Pada beberapa kasus ada yang dibenturkan dengan pilihan pilihan hidup yang menentukan langkah kaki seseorang tersebut, ada yang dengan mulus menjalani krisis ini, tapi tidak sedikit yang bersusah payah berjuang dan bertarung menghadapi krisis ini. Fase ini juga disebut sebagai proses pendewasaan dan penentu arah langkah hidup seseorang, bahkan beberapa pendapat mengatakan nasib kehidupan di masa mendatang ditentukan ketika bagaimana menghadapi dan melewati badai krisis ini.
Uang adalah penyebabnya
Salah satu musuh utama pada fase ini adalah permasalahan finansial. Ini adalah musuh utama pada fase ini, dipicu dengan melihat orang lain yang seumuran sudah mampu mewujudkan mimpinya, atau orang lain sudah memiliki sesuatu yang diharapkan, sedangkan kita kerap merasa bahwa apa yang sudah didapat selama ini seperti tidak memiliki perkembangan. Kita kerap terjebak pada perasaan jalan di tempat akan finansial ini dengan melihat pencapaian orang lain. Takut, khawatir, cemas tidak mampu menyamai atau mengejar pencapaian orang lain kerap terjadi. Menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu menyamai orang lain pun adalah puncak dari perasaan ini.
Kematangan finansial juga kerap menjadi pergolakan dalam hati, ingin mengejar harapan cita cita atau belok arah mengatasi ketidakpastian. Memilih kerja dan menjadi budak korporat atau terus menjalani idealisme dan prinsipal yang selalu dipegang teguh. Ketika memilih untuk mempertahankan idealisme maka dihadapkan pada realitas sosial yang menunjukkan bahwa orang lain seumuran kita sudah memiliki banyak hal, sudah mampu mencapai banyak hal, sedangkan kita? masih dibenturkan pada harapan dan ketidakpastian, masih ingin menggapai cita-cita serta idealisme tapi juga kepikiran bagaimana dengan kondisi finansial. Tak sedikit yang meminggirkan impian dan harapan demi sebuah kesuksesan atau kematangan secara finansial.
Hubungan Sosial
Hubungan sosial ini pula menjadi pemicu lain daripada Quarter Life Crisis yang kerap kita alami. Terkadang lingkungan sosial juga mampu menekan atau menjerumuskan kita pada keadaan yang membuat kita kebingungan, cemas, dan ketakutan. Hubungan sosial baik secara internal keluarga atau eksternal lingkungan sekitar yang seharusnya menjadi pondasi terkuat dalam masa pendewasaan justru malah menjadi sebuah senjata pembunuh yang paling menyakitkan.
Omongan keluarga atau tetangga yang membandingkan kita dengan orang lain baik secara langsung atau tidak langsung bisa memengaruhi mental kita dalam menghadapi krisis ini. Apa contohnya? Tekanan keluarga agar kita segera menikah dan membangun bahtera rumah tangga, didukung dengan pertanyaan "Kapan Nyusul?" dari tetangga atau teman sekitar setiap menghadiri acara pernikahan juga menjadi tekanan batin dalam menghadapi krisis ini. Atau melihat gosip gosip yang muncul baik di media sosial ataupun elektronik tentang artis yang nikah muda dan 'nampak' bahagia dengan rumah tangga yang dibangun sejak dini. atau pertanyaan orang tua pasangan yang selalu bertanya kapan kapan dan kapan juga bisa menghancurkan mental anak muda. Kasian mana masih muda!
Selalu Kekurangan Rasa Bahagia
Selain faktor finansial dan hubungan sosial yang memicu kita terjerumus dalam krisis ini ada faktor lain yang terjadi dan menjatuhkan kita pada lubang tak berujung dari krisis ini yaitu kurangnya rasa bahagia. Seperti yang kita ketahui, sekarang semua serba mudah apa apa kita dapatkan lebih mudah, mau belanja tidak perlu pergi ke pasar, bisa melalui gadget yang kita pegang, mau melihat berita terbaru terupdate dari segala penjuru dunia kita cukup melihat nya di media sosial. Semua serba instan dan mudah didapatkan tanpa perlu perjuangan yang berat.
Ini juga menjadi faktor paling kuat, kita sekarang sudah tidak memiliki batasan bahagia, selalu kurang kurang dan kurang. Kita punya gawai terbaru dengan teknologi terbaru, besoknya akan muncul gawai lain yang memiliki teknologi lebih mutakhir dari apa yang kita punya. Bahkan sekecil melihat like foto teman sendiri di Instagram lebih banyak dari jumlah like yang kita punya saja bisa membuat kita masih kurang bahagia.
Semua didapatkan dengan mudah, menjadikan semuanya tidak ada keistimewaan karena tidak ada perjuangan di dalamnya. Ini memicu rasa puas dalam diri kita yang selalu kurang, menambah beban pikiran di malam hari menjelang tidur. Kepuasan yang susah terpenuhi ini semakin memperkuat rasa takut dan cemas dalam menghadapi krisis ini.
Konklusi
Seburuk-buruknya Krisis ini tetap harus kita lalui, tidak ada mesin yang membuat kita tiba tiba sudah ada di fase umur 40 tahun. Quarter Life Crisis memang menyebalkan, tidak menghantui di pagi, siang atau sore hari, tapi ia akan muncul pada malam hari menjelang waktu istirahat. Lantas apa yang harus dilakukan? Bertahan atau Berjalan?
Fase ini sejatinya bisa kita manfaatkan sebagai sebuah pengingat tentang perjuangan yang harus tetap dijalani. Jadikan fase ini sebagai proses untuk mencari jati diri sebenarnya. Memang terkadang muncul perasaan untuk melawan dan berlari dari fase ini, tapi semakin kita keras melawan atau semakin jauh berlari krisis ini tidak akan usai, justru membuat kita semakin terperosok semakin dalam. Quarter Life Crisis berbicara tentang ketidakpastian, maka dari situlah kita belajar bahwa tidak ada yang pasti dalam dunia ini, tidak ada yang selamanya di dunia ini termasuk krisis tersebut.
Terakhir mengutip kalimat dari seorang teman "You had own target and focus on it. When get tired, rest for a while and back to the track". Setiap kita memiliki target masing-masing, jangan pernah biarkan pencapaian orang lain mengganggu target kita, jalani apa yang sedang dijalani, ketika lelah maka istirahat dan kembali lagi pada jalur yang ditentukan.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
https://tirto.id/quarter-life-crisis-kehidupan-dewasa-datang-krisis-pun-menghadang-dkvU
Comments
Post a Comment