Mahluk Mulia tapi tak dimuliakan





“Betapapun juga suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat mengenal semua lelaki. Akan tetapi semua lelaki yang saya kenal, tiap orang di antara mereka telah mengobarkan dalam diri saya hanya satu hasrat saja; untuk mengangkat tangan saya dan menghantamkannya ke muka mereka.” (Nawal El Saadawi 2002, h. 149)






            SEMUA umat manusia tentu sepaham bahwa Mahluk mulia yang ada dimuka bumi ini adalah perempuan. Kurang mulia bagaimana coba? Ketika kaum perempuan ini menjadi seorang ibu, surga ada dibawah telapak kaki mereka. Ya, kurasa saya pun sepakat bahwa Perempuan adalah mahluk yang mulia dengan berbagai macam alasan yang ada guna membuktikan kemuliaan ciptaan Tuhan satu ini.

            Sembilan bulan mengandung seorang anak yang bisa jadi adalah benih revolusi bagi umat manusia atau bagi dirinya dan keluarganya, setelah mengandung pun harus melahirkan yang mana ada pertaruhan nyawa disana, salah sedikit nyawa sang ibu atau sang anak bisa hilang. Bahkan seorang Rhoma Irama pun menyatakan lewat lagunya betapa mulia nya kaum perempuan ini.




            Ya, memang sangat mulia. Tapi apakah mahluk mulia ini sudah dimuliakan sebagaimana adanya? Sudah ada perlakuan mulia kepada mahluk yang satu ini?. Secara historis kita tentu tahu penemu peradaban dulu adalah kaum perempuan, pada zaman purba dulu kaum puan menemukan teknik bercocok tanam, dan penemuan lain yang masih sangat eksis sampai saat ini. Tapi bagaimana keadaan yang ada saat ini? Apakah mereka mendapat perlakuan yang seharusnya mereka dapatkan?.


            Pada nyatanya yang ada saat ini justru kaum puan ini menjadi komoditas penindasan antar kelas. Kaum puan menjadi kelas tertindas akibat kontruksi sosial yang terjadi pada tatanan sosial masyarakat yang kita kenal saat ini PATRIARKIS. Kontruksi sosial ini terjadi secara sistematis yang mana ujung dari dalangnya adalah sistem Kapitalisme yang secara tak sadar dalam pola pikir manusia sudah terstruktur dan secara masif membuat para penikmat nya melakukan penindasan.\


            Why capitalism? Jawabannya adalah, polarisasi model gerak dari sistem ini yang menyesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan sosial, apa itu? Budaya Populer. Wacana tentang perempuan secara tak sadar dihilangkan pada budaya popular, seperti contohnya pelecehan verbal pada acara lawak yang dinilai adalah hal yang lumrah dan yang sering kita lihat, Iklan kecantikan! Para puan diberi kebebasan untuk memilih tapi kontradiktif dengan masifnya kampanye kecantikan melalui iklan iklan yang ada, ini pun membentuk stereotype pada khalayak umum bahwa ketika perempuan ingin cantik maka dia harus Putih, langsing, kaki jenjang. Kalau nasibmu tidak putih, tidak langsing, dan tidak memiliki kaki yang jenjang maka kau tetap cantik tapi kau bukan selera umum. Ya itulah adanya, puan dikerangkeng dalam kontruksi sosial bahwa kalau perempuan tidak putih dan langsing maka tidak cantik, kalau perempuan tidak bisa bereproduksi maka ia gagal sebagai perempuan, jika perempuan tidak bisa memasak maka gagal. Motor dari itu semua adalah Capitalism yang merasuk kesana mengesampingkan wacana perempuan yang ada.




            Pertanyaan awal, apakah Mahluk mulia ini sudah dimuliakan? Kurasa sangat jauh, jika kita bertanya pada mereka yang mendapatkan posisi kelas yang memiliki modal tinggi tentu akan menjawab YA SUDAH! Padahal secara tak sadar mereka sedang dieksploitasi oleh sistem guna menindas sesama kaumnya. Hampir seluruh perempuan mengalami penindasan ini : Diskriminasi, Dimarjinalkan, Dilabelisasi, kekerasan baik verbal atau non verbal, dan masih banyak lagi. Perempuan dikomodifikasi, ditambahkan beban kerjanya karena Kapitalisme menjadi Reproduksi dan Produksi, dijadikan objek seksual.


            Kenapa perempuan yang mengalami penindasan ini? Karena kontruksi sosial yang terbangun bahwa perempuan adalah kaum yang lemah, harus dilindungi, tidak bisa hidup jika tidak bersama lelaki, dan masih banyak lagi kontruksi sosial yang terbangun dalam masyarakat. Fenomena ini mengakibatkan kaum lelaki merasa superior atas para kaum puan dan menganggap mereka memiliki kekuatan guna mendominasi kaum puan. Relasi kepemilikan ini yang timbul mengakibatkan tubuh perempuan dijadikan sasaran tindakan, kontrol, dan objek pemilikan.


            Saya rasa kasus diatas sangatlah dekat dengan kita, perempuan bak mutiara kehidupan suatu keluarga, ya perempuan adalah mutiara tapi argumen tersebut menimbulkan pemahaman sesat yang berujung pada bahwa perempuan itu tugasnya hanya Kasur, Dapur, dan Sumur. Mungkin untuk saat ini anggapat KDS itu sudah sedikit berkurang, tapi penindasan itu pun sudah berubah juga, kini banyak kaum puan yang terkekang baik itu oleh suaminya atau bahkan oleh orang yang masih berstatus “pacar” “teman dekat”. Mereka kaum puan dikekang agar membatasi pergaulannya, awalnya mungkin si Mawar adalah seorang penyanyi sebuah band yang kerjanya keliling kafe ke kafe, panggung acara ke panggung acara, dan selalu dikelilingi oleh para lelaki lalu si Mawar memiliki seorang “pacar” bernama si Bowok yang mana melarang Mawar untuk ikut ikutan grup band nya dan memaksa Mawar untuk keluar saja dengan dalil cemburu dan takut Mawar kenapa-kenapa. Bowok menganggap bahwa Mawar adalah kaum yang lemah dan tidak bisa menjaga diri, alih alih ingin menjaga justru malah mengekang dan merasa superior, memiliki hak atas Mawar itu 
sendiri.




            Soekarno pernah berkata lewat bukunya berjudul SARINAH bahwa soal perempuan bukanlah soal buat kaum perempuan saja, tetapi soal masyarakat, soal perempuan dan laki-laki. Dan sungguh, satu soal masyarakat dan negara yang amat penting.” (hal. 11). Saya sepakat bahwa soal perempuan dan soal semua hal bukanlah menjadi milik atau kewajiban satu golongan saja memikirkannya, tapi menjadi soal bersama, dengan ini saya rasa harus adanya kesadaran bersama, baik dari Kaum Puan yang harus sadar bahwa mereka bukanlah mahluk kedua dan yang membedakan mereka dengan kaum Lelaki hanyalah kodratnya yaitu Puan itu Menstruasi Lelaki tidak, Puan menyusui Lelaki tidak, Puan melahirkan lelaki tidak, selebihnya tidak ada perbedaan, akan tetapi jangan juga melakukan subordinasi terhadap kaum lelaki. Kesadaran dari Kaum Lelaki adalah dengan jangan menganggap diri superior atau lebih kuat dari kaum hawa, haruslah berjalan seiringan karena tidak ada yang lebih unggul, tidak ada istilah manusia pertama atau kedua, kaum lelaki harus melakukan kontrol sosial bahwasannya kaum puan bukan lah komoditas yang lemah dan bisa ditindas. Bahu membahu antar kaum melawan kapitalisme yang ada yang merusak kontruksi sosial dengan secara sadar adalah kekuatan yang sangat bermanfaat, karena sejatinya untuk menuju cita cita sosialisme tidak bisa jika hanya diperjuangkan oleh satu kaum saja, tapi oleh perjuangan bersama dan karena keinginan yang sama bahwa kemerdekaan hanyalah jembatan emas menuju Sosialisme Indonesia yang nantinya tidak ada lagi subordinatif antar kaum baik itu lelaki atau perempuan. tabik


sumber : https://indoprogress.com/2014/08/melanggengkan-patriarki-dalam-budaya-populer/ 
https://indoprogress.com/2014/11/memahami-penindasan-khusus-perempuan-2/

Comments

Popular posts from this blog

QUARTER LIFE CRISIS

Anak Rantau "Wabah dan Kerinduan"

Cintalaksana 1