Anak Rantau "Wabah dan Kerinduan"

"Pulang takut ga pulang rindu"


Menjelang libur Hari raya besar biasanya menjadi momen yang ditunggu bagi para perantau karena disaat momen seperti ini bisa dimanfaatkan untuk pulang berjumpa melepas rindu dan menghabiskan masa libur hari raya bersama dengan para keluarga di kampung halaman. Yah, tapi semua berubah semenjak adanya virus Covid-19 yang merebak di Indonesia.

Dampak dari wabah ini tidak hanya dirasakan bagi para pekerja, pengusaha, atau sektor lainnya. Salah satu elemen yang sangat merasakannya adalah Anak Rantau. Kebijakan Pemerintah melarang Mudik dibarengi dengan pernyataan membingungkan Yang Terhormat Pakde Jokowi perihal mudik dan pulang kampung berbeda membuat anak rantau kebingungan dalam mengambil pilihan untuk masa libur kali ini. Keinginan untuk pulang tertahan karena ketakutan menjadi Carrier virus bagi keluarga di rumah, serta beberapa alasan lainnya.

Takut Menjadi Carrier Virus

Alasan mengapa anak rantau memilih bertahan adalah karena ketakutan menjadi carrier virus bagi orang lain termasuk keluarga. Seperti yang di ketahui bahwa virus Covid-19 ini bisa menempel di tubuh siapa saja, mungkin saja imun tubuh kita kuat tapi virus akan berpindah pada tubuh yang daya tahan nya lemah. Dilema tentu terjadi di tengah anak rantau, bertahan di perantauan tak jelas tapi nekat untuk mudik pun sangat berbahaya.

Bertahan di tengah Ketidakpastian

Serba salah disaat wabah seperti ini, memaksakan pulang jelas berbahaya tapi memilih bertahan dihadapkan dengan ketidakpastian. Gak tau kapan virus ini bisa hilang, sampai kapan harus terus-terusan di kos-kosan, kondisi keuangan yang kian menipis. Tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti bagaimana nasib anak rantau ini. Apalagi bagi mereka yang merantau untuk pendidikan, harus menyisihkan uang untuk membeli kuota agar tetap bisa menghadiri pembelajaran online, kabar uang kuliah yang tak jelas, kos-kosan yang tagihan nya terus berjalan. Jelas ini adalah ketidakpastian yang tak bisa diprediksi bagi anak rantau.

Menghemat demi kehidupan

Semenjak Wabah ini kehidupan anak rantau semakin teratur, makan semakin teratur, teratur sekali sehari. Terpaksa menghemat uang dengan cara meminimalisir segala pengeluaran agar tetap bisa bertahan hidup, tentu berbeda kasus kalau anak rantau nya datang dari keluarga menengah ke atas. Bagaimana kalau dari keluarga menengah ke Bawah? Mahasiswa Bidikmisi? jelas mau tidak mau memangkas semua pengeluaragn yang sekiranya tidak penting, salah satunya ya dengan cara menghemat makan. Tak Sehat? mau bagaimana lagi, hidup tidak hanya untuk hari ini.

Kesolidaritasan diuji Pandemi

Sebagai anak rantau yang jauh dari keluarga apalagi di tengah pandemi seperti ini tentu solidaritas antar sesama anak rantau sangat diuji, bagaimana mereka saling memberi semangat kepada sesama perantau, saling membackup kebutuhan pokok. Selain itu, teman di perantauan juga termasuk keluarga kedua bagi anak rantau, khususnya bagi orang asli dari kota tersebut. Tentu semua elemen tengah diuji sifat gotong royong nya oleh Pandemi kali ini, tak terkecuali anak rantau yang sama sekali tak memiliki kerabat dekat di perantauan.

Dilematika ini tentu sangat tak disangka oleh perantau, mereka harus menahan kerinduan untuk berjumpa sementara demi keselamatan diri dan juga keluarga. Tak ada yang bisa memprediksi datangnya waktu dan mungkin ini saatnya berkata ANAK RANTAU DI SELURUH KOTA, BERSATULAH!.

sumber foto: https://www.hipwee.com/motivasi/8-hal-yang-dirasakan-kamu-anak-rantau-baru-meski-sulit-tapi-tetap-seru/


Comments

Popular posts from this blog

QUARTER LIFE CRISIS

Cintalaksana 1